JOMBANG —— Meski antrean ribuan pasiennya telah menelan dua korban jiwa, Muhammad Ponari (10)——dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Balongsari, Megaluh, Jombang, Kabupaten Jombang——tetap akan buka praktik. Dia juga menolak niat polisi memindahkan tempat praktik dari rumah orangtuanya.
Menurut Kapolres Jombang AKBP Moh Khosim, sebenarnya dia ingin pengobatan segera bisa dilakukan lagi dengam memindahkan lokasi pengobatan ke balai desa setempat. Namun, katanya, Ponari menolak.
“Dengan dipindahkannya lokasi pengobatan ke balai desa, aliran kendaraan masuk dan keluar dusun bisa diatur lebih lancar, tapi Ponari menolak,” kata Kapolres.
Seperti diberitakan, sejak sekitar dua pekan terakhir ribuan orang berbondong-bondong mendatangi dukun cilik tersebut, yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Antrean mengharap kesaktian dukun tiban ini akhirnya merenggut nyawa Rumiadi (58), warga Kediri, dan Nurul Niftadi (42), warga Jombang.
Keberadaan Ponari sebagai dukun sakti mulai terdengar sejak sekitar dua pekan lalu. Ini setelah bocah kelas III SD tersebut menemukan batu sekepalan tangan saat disambar geledek sewaktu bermain di bawah hujan lebat sekitar tiga pekan lalu.
Batu ajaib itu kemudian dipakai untuk mengobati. Caranya, batu dimasukkan ke dalam segelas air putih, kemudian airnya diminumkan kepada orang yang sakit. Karena kesaktian batu milik Ponari itulah, banyak orang datang berobat. Sampai kemudian dua pasien tewas karena kecapaian mengantre lama. Polisi pun menutup sementara praktik Ponari (Surya, 2/2).
Penutupan sementara tempat praktik dukun cilik ini membuat kecewa ribuan pengunjung, Senin (2/2). Para pasien yang tidak tahu adanya penutupan sementara tersebut berdatangan ke Dusun Kedungsari sejak pagi buta.
Namun, massa pengunjung yang sebagian besar berasal dari luar kota akhirnya gigit jari. Begitu hendak masuk gang utama menuju ke rumah Ponari, mereka dicegat sejumlah pemuda yang mengaku panitia pengobatan Ponari.
Pemuda-pemuda itu mencegah pengunjung masuk dengan alasan ujung gang masih diperbaiki memakai paving sehingga pengobatan untuk sementara dihentikan. “Kalau perbaikan sudah selesai, pengobatan akan dilakukan lagi,” kata Wanto, salah satu panitia.
Wanto kemudian memberikan nomor ponselnya untuk dihubungi pengunjung yang nanti ingin meminta informasi tentang kepastian apakah Ponari sudah praktik lagi. Para pasien yang hendak berobat akhirnya hanya memperoleh nomor ponsel Wanto.
Muhajir, warga Nganjuk, mengaku kecewa tidak bisa berobat. “Jauh-jauh dari Nganjuk saya bermaksud mengobatkan ibu saya yang sudah bertahun-tahun sakit asma,” kata Muhajir yang berniat akan datang lagi jika Ponari sudah kembali membuka praktik.
Rusak Parah
Sekitar 50 meter dari ujung gang menuju ke rumah Ponari memang rusak parah. Itu pula yang membuat antrean kendaraan dan ribuan manusia yang menunggu giliran berobat menjadi sangat panjang sehingga berdesak-desakan.
Menurut Wanto, perbaikan jalan dusun itu dibiayai dari penghasilan parkir kendaraan yang dikelola pihak panitia pengobatan. Namun, dia tidak bisa merinci perkiraan jumlah biaya yang dibutuhkan.
“Kami usahakan sampai jalan ini bagus. Biaya kami diambilkan dari penghasilan parkir,” kata Wanto.
Dia menjamin tidak mengambil isi kotak amal yang disumbangkan pasien untuk Ponari. “Kotaknya hingga sekarang belum dibuka. Itu hak Ponari dan keluarganya,” kata Wanto.
Selama ini Ponari setiap mengobati pasien menolak dibayar banyak. Dia hanya mau menerima rata-rata Rp 2.000 yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak khusus.
Perbaikan jalan masuk ke rumah Ponari merupakan persyaratan dari polisi sebelum Ponari kembali diperbolehkan menerima pasien. Tujuannya agar aliran kendaraan dan massa lancar guna menghindari jatuhnya korban lagi akibat berdesak-desakan saat antre menunggu giliran.
“Prinsipnya kami tidak mempersulit orang berobat. Kami hanya mencoba membantu mengatur agar lebih lancar dan tidak terjadi korban,” ungkap Kapolres Khosim.
Dia juga meminta agar mekanisme antrean diperbaiki secara lebih efisien. “Kami sarankan agar diberlakukan sistem pemberian nomor antrean. Siapa yang datang lebih dulu diberi karcis bernomor, kemudian dipanggil,” kata Kapolres.
Karena Ponari menolak dipindahkan tempat praktiknya, polisi memberi syarat praktik bisa dibuka lagi setelah perbaikan jalan selesai. “Saya berharap dalam dua-tiga hari sudah bisa selesai dan pengobatan dapat dimulai lagi,” kata Kapolres. (Sutono)
DI KUTIP DARI HARIAN KOMPAS
Posting Komentar
mohon kritik dan saran....terima kasih atas komentar yang anda berikan